Sepekan Bersama Yamaha X-Ride

Akhir bulan yang lalu, saya dihadiahkan sebuah kendaraan bermotor baru. Pilihan saya adalah skutic baru dari Yamaha, yaitu X-Ride. Sebenarnya saya lebih suka tipe bebek yang biasa, seperti Jupiter saya yang diistirahatkan dari medan ekstrim setelah mengabdi selama 12 tahun. Hanya saja, rasanya kali ini ingin mencoba sesuatu yang sedikit berbeda.

Kendaraan dengan volume silinder 114 cc ini saya pilih karena beberapa alasan. Misalnya saja karena desainnya yang unik, di luar pakem; jika terlalu banyak kendaraan yang sama/serupa – saya biasanya kesulitan menemukan kendaraan saya di parkiran yang padat dan luas. Teknologi yang mendukung Euro 3 sebagaimana usaha ke arah kendaraan yang lebih ramah lingkungan.

Dua pekan setelah pembelian, X-Ride tiba di Kota Genteng, tempat saya akan menggunakannya dalam sebulan ke depan hingga kontrak kerja saya selesai di ujung Timur Pulau Jawa ini. Saya sudah mencobanya melewati jalanan Kota Genteng – yang memang penuh tambalan di mana-mana, hingga jalanan yang mulus dan jalanan tanah berbatu di pedesaan wilayah Utara (Jambewangi, Paras Tembok, dan lainnya).

X-Ride
Yamaha X-Ride Special Edition beristirahat di pinggir persawahanan, di atas jalanan yang dulunya aspal mulus.

Pertama kali menggilaskan rodanya di Bumi Blambangan, saya memutuskan mengganti roda bawaannya dengan tipe roda yang memiliki grip lebih kuat di jalanan aspal. Meskipun banyak saya gunakan di medan yang tidak mulus, tapi ke depannya kendaraan ini akan lebih banyak meliak-liuk di atas aspal. Pilihan saya adalah mengganti ban depan dan ban belakang yang bermerk IRC dengan ban Michelin M29S dan M45.

Sensasi menggunakan ban impor dari Prancis ini memang beda, saat melaju seakan-akan ban mencengkram erat di jalanan. Saya jadi tidak perlu khawatir melintas di jalanan aspal yang kering maupun basah. Kekurangannya adalah, mengganti ban tipe tubeless ini membuat goncangan suspensi terasa lebih keras, padahal X-Ride sudah dilengkapi suspensi twin-tube di bagian belakang, terutama di jalanan yang tidak rata.

Dengan ban yang baru dan suspensi yang empuk, menyeberangi jembatan suspensi tua tidak perlu khawatir lagi. Setidaknya yakin tidak akan terpleset, karena pemandangan di bawah tidak lagi indah jika didatangi via terjun bebas di atas kendaraan bermotor.

Mesinnya halus, dan tarikannya juga mantap, sehingga terasa sangat ringan. Walau mungkin tidak bisa mencapai kecepatan tinggi seperti skutic lainnya (misal Yamaha Xeon RC atau Honda Vario 125). Saya menyukai skutic yang satu ini karena nyaman dan stabil saat mengemudi, menghindari lubang jalanan dari jarak dekat (sekitar 1-3m)  pada kecepatan sedang (50-60 Km/jam) bisa dilakukan dengan mudah. Pengalaman saya menggunakan matic sekelas seperti Honda Beat FI membuat nyaris terpelanting saat melakukan manuver sejenis.

Saat digunakan malam hari, lampunya cukup terang. Cukup dalam pengertian bisa menyinari dengan baik lapang pandang yang diperlukan dalam kegelapan, fokus yang baik, dan tidak menyilaukan.

Suspensi belakangannya sangat empuk, jauh lebih empuk dari skutic lainnya yang pernah saya coba (sebagai penumpang dan pengemudi). Melewati jalanan berbatu, tidak begitu terasa goncangannya. Setidaknya tidak menimbulkan cedera berulang di tulang belakang, kenyamanan ini membuat kita bisa ketagihan untuk selalu berkendara.

Motor baru biasanya sering dicuci, tapi entahlah satu atau dua tahun lagi.

Permasalahan baru (yang sebenarnya tidak boleh disebut masalah) adalah konsumsi bahan bakarnya. Saya memilih menggunakan Pertamax (RON 92) untuk bahan bakar sepeda motor X-Ride ini. Setiap mengisi Rp 30.000,- (sekitar 3 liter), saya bisa menggunakannya untuk perjalanan 130-150 Km. Tidak bisa dibilang boros, tapi mungkin bukan yang paling irit yang ada. Jika setiap bulan saya bakalan menghabiskan Rp 300.000,00 – Rp 400.000,00 untuk bahan bakar, sekitar 1,5-2 kali ketika menggunakan kendaraan lama dengan bahan bakar premium (RON 88).

Tapi itu harga yang layak, sensasi tarikan sepeda motor ini menggunakan Pertamax sangat beda dengan saat menggunakan Premium. Tentu saja untuk keawetan mesin kendaraan. Kabar baiknya, kendaraan ini perlu diservis rutin 2-3 bulan sekali; tidak seperti kendaraan lama yang diservis rutin 1-2 bulan sekali.

Saya merasa puas memilih kendaraan ini, faktor kenyamanan dan keamanannya di perjalanan memenuhi harapan saya untuk sebuah sepeda motor yang baru (kecuali bagian ban yang saya ganti untuk meningkatkan faktor keamanan di jalan). Performanya juga tidak mengecewakan, meski bukan kendaraan yang bisa diadikan adu balapan dengan setelan aslinya.

Beberapa kali saya gunakan untuk melintas medan tanah dan belukar, termasuk tanah berpasir dan yang berlumpur. Semuanya nyaris tanpa kendala berarti.

Jika Anda sedang berminat membeli skutic baru saat ini, apakah Yamaha X-Ride masuk ke dalam daftar pertimbangan Anda? Kalau masih bingung dan banyak pertanyaan tentang Yamaha X-Ride, ikuti saja diskusi para kaskuser di forum “Serba-Serbi Yamaha X-Ride“, Anda bisa dapatkan informasi umum, isu-isu dan tentu saja tips mendadani Yamaha X-Ride menjadi skutic impian.

6 tanggapan untuk “Sepekan Bersama Yamaha X-Ride”

    • Tergantung medan, saya sudah tidak pakai lagi. Kalau bisa eco-riding, rata-rata saya taksir sekitar 52 km per liter. Tapi kalau medan berat seperti perbukitan, bisa lebih banyak laju konsumsinya sampai 40 – an km per liter.

      Suka

  1. numpang tanya ni, itu ganti velg ga? mau ganti ban michelin m29s sama m45 takutna terlalu bulat kalau ga ganti velg

    Suka

  2. akhirnya beli motor baru juga. jaman sekarang lebih enak naik matic, tinggal ngegas, gk usah geser2 gigi. btw, x ride ini beda dari matic yg lainnya. kalau saya masih setia sama mio saya 🙂

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.